8.11.2008

butch dan femme : pentingkah?

<

Ada banyak hal yang sangat gw sukuri didalam hidup ini. Diantaranya
adalah gw memiliki cukup keberanian untuk mengikuti kata hati gw untuk
berelasi dengan perempuan, dan hal yang paling gw syukuri adalah ketika
gw pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti apa kata hati gw, gw
dikenalkan dengan sebuah komunitas lesbian yang “tercerahkan”. Dalam
artian, didalam komunitas tersebut, semua isi kepala gw dibongkar.
Maksudna, gw juga tidak mau berbohong tentang realitas bagaimana
didalam relasi lesbian, masih ada juga yang mengadopsi
heteronormativity. Hal ini bisa dilihat dari pembagian femme dan butch.
Pembagian femme dan butch sendiri menurut gw tidak masalah, ketika itu
hanya dikaitkan dengan gender ekspresi. Femme itu berambut panjang dan
butch itu berambut pendek. Yang menjadi masalah adalah ketika pembagian
peran itu berkaitan dengan, femme itu adalah “istrinya” butch itu
adalah “suaminya”. Dimana yang dominan ada yang ter sub-ordinatkan.

Tapi
gw juga tidak bisa menyalahkan lesbian yang memilki pembagian peran
tersebut, karena heteronormativity itu adalah warisan yang sangat kuat
atau tepatnya sesuatu yang “disuapin” ke otak mereka even ketika mereka
baru lahir. Misalnya, dari pemilihan nama,ketika lahir anak perempuan
cendrung akan diberi nama ani, dan laki-laki budi. Nama, warna, dan
banyak contoh lain sudah diberi kelamin. Termasuk pekerjaan dan peran.
Jadi ketika seorang lesbian, yang tomboy, berfikir dia memiliki
“tanggung jawab” terhadap “istri”nya.

Ketika pertama gw menyukai
perempuan, vika, pas gw kelas 3 sd, gw selalu memposisikan diri gw
sebagai orang yang harus melindungi vika, jajanin vika dan lain
sebagainya. Karena vika adalah sosok perempuan pintar dan feminim,
jadi mau ga mau gw harus mengambil peran yang lain, yaitu
“laki-lakinya” itu adalah hal yang otomatis terjadi begitu saja. Kalau
misalnya dulu gw pertama kali memiliki ketertarikan secara seksual
dengan perempuan yang tomboy, mungkin secara otomatis gw akan mengambil
peran yang “perempuan”.

Jadi intinya, kalau ditanya pentingkah
pembagian peran? Dengan tegas gw bilang tidak. Karena ketika ada yang
berkuasa/dominan, itu akan rentan terhadap kekerasa. Tapi pertanyaan
selanjutnya salahkah mereka yang terlanjur mengadopsi peran-peran
tersebut. Jawabannya adalah tidak. Karena mereka adalah korban
konstruksi social yang dibuat oleh masyarakat yang heteronormativitynya kuat seperti sekarang ini. Tapi permasalahannya, mau kah kita sama-sama merubah
itu? Terlepas dari apa jenis kelamin kita, bukankah sebagai manusia
kita seharusnya sama?

2 komentar:

Anonim mengatakan...

jadi lesbi aja udh ribet.apalagi pake pembagian butch n femme?

Just Us mengatakan...

ya begitulah... bagaimana sesuatu yang sudah dikonstruksikan di kepala kita sudah melekat. sama seperti ketika ada orang yang memandang aneh kelompok homoseksual... tidak dapat disalahkan, namun bagaimana orang itu punya kemauan untuk belajar menghargai perbedaan.

love
mahda


Blogspot Template by Isnaini Dot Com